![]() |
Proses penyelesaian sengketa tanah di Suela |
Lombok Timur, CBM - Proses persidangan sengketa tanah di Kecamatan Suela, Lombok Timur, menuai sorotan publik setelah kuasa hukum tergugat mengungkap sejumlah kejanggalan dalam penanganan perkara oleh Pengadilan Negeri (PN) Selong. Dalam konferensi pers di Selong, Senin (6/10), kuasa hukum tergugat, Ida Royani, SH, menyebut banyak prosedur yang dianggap tidak sesuai dengan aturan hukum pertanahan.
Perkara yang terdaftar dengan nomor 66/PDT.G/2025 PN.Sel ini bermula dari gugatan yang diajukan oleh seseorang bernama Ayuman terhadap 12 warga yang dianggap menguasai lahan. Namun, menurut Ida, setelah diverifikasi, lima nama dalam daftar tergugat tidak sesuai dengan identitas hukum yang sah.
“Yang benar hanya tujuh nama. Sisanya keliru karena datanya tidak akurat. Padahal dasar gugatan hanya Pipil lama tahun 1950–1979, sementara klien saya memiliki sertifikat hak milik resmi,” jelas Ida.
Ia membeberkan, objek gugatan mencakup tiga bidang tanah yang datanya berubah-ubah. Misalnya, bidang pertama yang disebut seluas 25 are dalam berkas gugatan kemudian diubah menjadi 2,5 are, sementara hasil pengukuran menunjukkan luas hanya sekitar 135 meter persegi. “Luasnya berubah-ubah, tapi tanahnya tetap di lokasi yang sama. Ini jelas janggal,” tegasnya.
Bidang kedua yang digugat sebagai lahan sawah seluas 61 are, menurut Ida, telah memiliki SHM Nomor 25 Tahun 1981 seluas 34 are yang diterbitkan berdasarkan SK Gubernur NTB tertanggal 29 April 1969. “Kalau sudah bersertifikat, PN Selong tidak berwenang membatalkannya. Itu ranah PTUN,” ujarnya.
Sementara bidang ketiga disebut seluas 89 are, tetapi tergugat memiliki SHM Nomor 817 Tahun 2009 seluas 71 are, yang diterbitkan berdasarkan SK Kanwil pada 19 Oktober 2009. “Semua sertifikat terbit resmi melalui mekanisme pertanahan. Tidak bisa digugat tanpa dasar hukum yang kuat,” tambah Ida.
Lebih lanjut, ia menilai sengketa ini seharusnya melibatkan Badan Pertanahan Nasional (BPN) karena menyangkut keabsahan sertifikat. “Kalau Pipil lawan Pipil mungkin bisa tanpa BPN, tapi kalau Pipil melawan SHM, BPN wajib dihadirkan,” tegasnya.
Kritik Ida tak berhenti di sana. Ia menyebut terjadi kekacauan pada proses administrasi, termasuk perintah hakim agar nama tergugat yang berbeda ditulis menggunakan “alias”. “Saya menolak, karena identitas hukum tidak boleh diganti sembarangan. Akibatnya sidang tertunda hingga satu bulan,” ujarnya.
Ia juga mengkritisi tahap pembuktian yang dilakukan tidak seperti biasanya. “Selama 12 tahun saya bersidang, baru kali ini pembuktian tergugat dan penggugat dilakukan bersamaan. Itu tidak lazim dan membingungkan,” ungkapnya. Ida menambahkan, pemeriksaan dokumen tergugat dilakukan secara ketat, sementara dokumen penggugat nyaris tidak diperiksa.
Kejanggalan lain juga terjadi saat pemeriksaan setempat (PS). Ida menyebut panitera yang awalnya bernama Aby diganti menjadi Ema, namun di lapangan justru muncul panitera lain bernama Abi yang membawa peta perkara. “Awalnya saya diminta menunggu di Posita 1, tapi ujung-ujungnya mereka langsung menuju Posita 3 bersama penggugat tanpa pemberitahuan,” tuturnya.
Dalam PS itu, penggugat hanya membuka peta tanpa verifikasi lokasi. Setelah BPN turun tangan, hasil pengukuran justru membenarkan data milik tergugat. “BPN mengonfirmasi bahwa data kami yang benar. Jadi mengapa sejak awal mereka tidak dilibatkan?” kata Ida mempertanyakan.
Saat dimintai konfirmasi terpisah, Panitera PN Selong, Ema, enggan memberikan komentar terkait tudingan tersebut. Ia hanya menyarankan agar pertanyaan dialamatkan langsung ke bagian humas.
“Silakan hubungi bagian Humas saja, saya tidak bisa berkomentar,” ujarnya singkat.
Posting Komentar untuk "Kuasa Hukum Ungkap Kejanggalan Gugatan Tanah di Suela, PN Selong Diminta Jelaskan Prosedur"