MATARAM, CBM-Perkembangan penyiaran multimedia di NTB masih dihadapkan pada berbagai persoalan, terutama maraknya TV kabel ilegal dan belum tercapainya standar konten lokal. Ketua KPID NTB Ajeng Roslinda Motimori, S.Pt., M.Si., menyoroti dampak persoalan ini bagi masyarakat. Hal tersebut, disampaikannya pada obrolan podcast edisi #19 di Ruang Podcadt Bintang Dinas Kominfotik Provinsi NTB (14/11/2025).
“Dampak paling dirugikan itu masyarakat. Karena itu pemerintah daerah harus hadir dan ikut menyelesaikan persoalan ini," ujarnya.
Perempuan yang juga mantan komisioner KI provinsi itu, menjelaskan beberapa TV kabel menyalurkan siaran berhak cipta tanpa izin, dan ketika provider menempuh jalur hukum, warga yang berlangganan justru ikut terkena dampaknya.
Menurutnya, produksi konten membutuhkan tenaga dan biaya yang tidak sedikit.
“Televisi di NTB berat sekali menyiapkan 10 persen konten lokal setiap hari. Apalagi kondisi operasional lembaga penyiaran banyak yang sedang berjuang bertahan. Perpindahan siaran analog ke digital memang memberikan kualitas lebih baik, namun tidak semua wilayah bisa merasakan. Kita tidak hanya punya blank spot internet, tapi juga blank spot siaran TV. Ini perlu ditangani bersama,” imbuhnya.
Selain itu, dirinya menyampaikan selain penertiban TV kabel ilegal, pemerintah perlu mulai memanfaatkan lembaga penyiaran untuk menyebarkan program pembangunan.
“Di tengah derasnya informasi di media sosial, lembaga penyiaran masih menjadi rujukan masyarakat,” tegasnya
Dalam pada itu, Pengamat Komunikasi dari Universitas Mataram Dr. Agus Purbathin Hadi, M.Si melihat persoalan penyiaran multimedia dari sisi regulasi.
“Undang-undang penyiaran kita sudah berusia lebih dari dua puluh tahun. Teknologi bergerak jauh lebih cepat daripada regulasinya,” ungkapnya.
Meski begitu, dirinya melihat peluang besar bagi NTB. Ditekankannya, budaya dan kekayaan lokal potensial menjadi konten digital.
“Konten lokal kita itu kuat sekali. Kalau dikembangkan dengan benar, sangat mungkin menarik perhatian audiens lebih luas” jelasnya.
Doktor Agus mendorong lembaga penyiaran konvensional untuk berkolaborasi dengan kreator muda yang mulai berkembang di NTB.
“Sekarang bukan zamannya saling bersaing, tapi berkolaborasi. Kreator lokal bisa memperkuat lembaga penyiaran, dan sebaliknya” tandasnya.
Dukungan pemerintah dibutuhkan dalam peningkatan kapasitas kreator lokal melalui pelatihan dan pendampingan. Obrolan Podcast Bintang bertajuk Penyelenggaraan Penyiaran Multimedia di NTB tersebut, diselingi dengan akustikan lantunan menambah kesemarakan acara. Penyiaran membutuhkan regulasi yang berkesesuaian dengan tuntutan zaman, apalagi kini mengarah ke konvergensi multimedia. Sebagaimana diketahui, kini regulasi penyiaran sedang pada tahap penggodokan revisi di senayan. Kita tunggu saja.

Posting Komentar untuk "Podcast Bintang Edisi ke-19: Penyelenggaraan Penyiaran Multimedia di NTB"