Biro Hukum NTB Gandeng Kejati Sosialisasi Perda Pencegahan Pernikahan Anak dan Radikalisme di Pesantren

Sosialisasi perda yang dilakukan Biro Hukum Setda NTB bersama Kejati NTB.



MATARAM, CBM-Kejaksaan Tinggi (Kejati) NTB bersama Biro Hukum Pemprov NTB menggelar sosialisasi perda serta penyuluhan hukum, Rabu (30/7). Kegiatan ini dihadiri pengurus sejumlah pondok pesantren di Lombok Barat.

”Ada 2 perda yang kami sosialisasikan, berkaitan dengan pencegahan perkawinan anak dan penyelenggaraan pesantren,” kata Kepala Biro Hukum Setda NTB Lalu Rudy Gunawan.

Kasi I Intelijen Kejati NTB Supardin menegaskan, pondok pesantren merupakan pilar pendidikan Islam di Indonesia. Namun, ada tantangan sekaligus peluang di era modern yang perlu dihadapi dengan sinergi antara nilai tradisional dan hukum kontemporer.

”Itu visi pesantren di masa depan,” ujarnya.

Menurutnya, kejaksaan memiliki peran strategis dalam mendampingi pesantren menuju modernitas, termasuk melalui sosialisasi hukum dan mendorong tata kelola yang transparan serta akuntabel.

Supardin menekankan, kunci pesantren modern ada pada digitalisasi dan tata kelola, bukan hanya pembangunan infrastruktur, melainkan juga transformasi sistem dan pola pikir menuju efisiensi dan integritas.

”Transparan juga soal keuangan. Memastikan setiap penggunaan dana dapat dipertanggungjawabkan,” kata Supardin.

Ia menambahkan, pondok pesantren merupakan miniatur masyarakat sehingga membutuhkan sinergi dengan aparat penegak hukum untuk menciptakan lingkungan kondusif bagi pendidikan dan pembentukan karakter santri.

Kejaksaan, lanjutnya, juga berperan dalam upaya preventif terhadap tindak pidana maupun masalah sosial, mulai dari edukasi bahaya narkoba, pencegahan kekerasan dan pelecehan seksual, penanggulangan radikalisme, hingga perlindungan data pribadi dan siber.

”Termasuk juga pencegahan perkawinan anak. Pondok pesantren harus melakukan itu, terus sosialisasikan mengenai bahaya menikah di usia anak,” tandasnya.

Kasi III Intelijen Kejati NTB Edi Tanto Putra menambahkan, pencegahan perkawinan anak merupakan bagian dari perlindungan terhadap anak.

”Ini tanggung jawab kita bersama, menjaga masa depan generasi bangsa,” ujarnya.

Edi menjelaskan, ada empat prinsip perlindungan anak, yakni kepentingan terbaik bagi anak, non diskriminasi, hak untuk hidup dan berkembang, serta penghargaan terhadap anak. Setiap tindakan yang menyangkut anak, kata dia, harus mengutamakan kepentingan terbaiknya. Anak juga berhak hidup dan berkembang secara optimal, memperoleh pendidikan, layanan kesehatan, serta kesempatan mengejar cita-cita.

Namun, hal itu bisa terhambat ketika anak menghadapi perkawinan dini. ”Artinya, bisa saja hilang kesempatan untuk melanjutkan pendidikan, bahkan ada risiko kesehatan juga di sana,” katanya.

Menurutnya, masyarakat juga dapat berperan mencegah perkawinan anak dengan memfasilitasi pelaporan ke aparat penegak hukum maupun lembaga perlindungan anak terkait kasus perkawinan anak, kekerasan, atau eksploitasi.

”Sehingga kasus bisa ditangani secara profesional,” tandasnya.

Sementara itu, narasumber dari Biro Hukum Setda NTB Muhammad Erwin menuturkan, ada tiga faktor utama penyebab perkawinan anak, yakni budaya sosial, pendidikan dan ekonomi, serta belum tertibnya administrasi.


Posting Komentar untuk "Biro Hukum NTB Gandeng Kejati Sosialisasi Perda Pencegahan Pernikahan Anak dan Radikalisme di Pesantren"